Dijahit Langsung oleh Fatmawati

bendera merah putih/Foto: pexels.com/Irgi Nur Fadil

Seperti yang disinggung sebelumnya, Fatmawati yang notabene istri Soekarno adalah sosok yang menjahit bendera merah putih setelah kembali ke Jakarta dari pengasingan di Bengkulu.

Saat itu, presiden RI pertama tersebut memerintahkan Chaerul Basri untuk mengambil kain di gudang dan mengantarkannya ke Jalan Pegangsaan Nomor 56, Jakarta. Kain tersebut merupakan kain katun halus dengan warna merah dan putih dengan panjang 3 meter dan lebar 2 meter.

Begitu mendapatkan kain tersebut, Fatmawati langsung menjahitnya. Kemudian, kain yang sudah berubah menjadi bendera Indonesia tersebut dikibarkan pada tanggal 17 Agustus 1945 di acara proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Foto: pexels.com/Irgi Nur Fadil

Fatmawati Jahit Bendera Merah Putih

Soekarno dan istrinya, Fatmawati ikutan merundingkan perihal bendera yang mampu merepresentasikan Indonesia. Keduanya ingin supaya Indonesia memiliki bendera dengan ukuran dan bahan yang bagus. Soekarno pun mengusulkan wanita yang akrab disapa Ibu Fat untuk segera mencari bantuan.

Ibu Fat tak kehilangan akal. Ia meminta tolong kepada pemuda yang bernama Chairul Bahri. Pemuda itu diminta Fatmawati untuk meminta bahan bendera kepada pesohor Jepang yang pro kemerdekaan Indonesia, Shimizu.

Semua itu dilakukan karena mencari bahan bendera tak mudah pada masa itu. Apalagi Jepang terlibat dalam Perang Dunia II. Bahan-bahan kain sedang krisis. Kalaupun ada, maka penguasa Jepang yang menguasai. Karenanya, Ibu Fat menemukan bantuan yang tepat.

Kuasa Shimizu membuatnya mendapat beberapa lembar kain untuk dijahit jadi Bendera Merah Putih. Sebab, Shimizu dengan lihai membujuk militer yang menjaga gudang milik Jepang. Fatmawati senang bukan main. Ia langsung menjahit bendera itu.

Bendera itu pula jadi bendera yang paling bersejarah. Bendera Merah Putih jahitannya jadi bendera yang digunakan saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Tak hanya itu, setelahnya bendera itu sempat dipakai beberapa kali untuk memeriahkan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia.

“Ketika akan melangkahkan kakiku keluar dari pintu terdengarlah teriakan bahwa bendera belum ada, kemudian aku berbalik mengambil bendera yang aku buat tatkala Guntur masih dalam kandungan, satu setengah tahun yang lalu.”

“Bendera itu aku berikan pada salah seorang yang hadir di tempat di depan kamar tidurku. Nampak olehku di antara mereka adalah Mas Diro (Sudiro ex Walikota DKI), Suhud, Kolonel Latief Hendraningrat. Segera kami menuju ke tempat upacara, paling depan Bung Karno disusul oleh Bung Hatta, kemudian aku,” terang Fatmawati dalam buku Catatan Kecil bersama Bung Karno (2016).

Semua negara di dunia memiliki bendera yang bertindak sebagai simbol negara. Namun lebih dari itu, sebuah bendera juga merepresentasikan kedaulatan suatu bangsa. Oleh karenanya, bendera tidak boleh digunakan secara sembarangan.

Setiap negara memiliki warna benderanya masing-masing. Misalnya, Indonesia yang benderanya identik dengan warna merah di bagian atas dan putih di bagian bawah dengan ukuran yang sama. Bendera Merah Putih pertama kali dijahit oleh Fatmawati, lho Beauties.

Tidak sampai di situ saja, bendera yang selalu dikibarkan saat perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia ini juga menyimpan banyak sejarah menarik. Bagaimana sejarah bendera Indonesia ini? Baca ulasan berikut seperti yang dilansir dari CNN Indonesia berikut ini, ya Beauties!

Warna Merah dan Putih yang Sengaja Dipisahkan

bendera merah putih/Foto: pexels.com/just baf

Dengan alasan keamanan, Husein Mutahar membagi bendera Indonesia tersebut menjadi dua, yaitu warna merah dan putih, lalu di masukkan ke dalam dua tas yang berbeda.

Ketika Presiden Soekarno kembali dari pengasingan di Bangka Belitung, bendera tersebut disatukan kembali. Setelah itu, bendera dibawa ke Yogyakarta dan dikibarkan di Gedung Agung pada 17 Agustus 1949.

Foto: pexels.com/just baf

Bendera Dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta

sejarah merah putih/Foto: pexels.com/Irgi Nur Fadil

Setelah berhasil mengibarkan bendera merah putih pada 17 Agustus 1945, bendera Indonesia ini dibawa presiden, wakil presiden, dan para menteri ke Yogyakarta tahun 1946 karena pada saat itu, Jakarta sedang tidak aman.

Sayangnya tahun 1948, Yogyakarta berhasil ditaklukkan Belanda yang kembali ingin menguasai Indonesia. Alhasil, Presiden Soekarno harus menitipkan bendera tersebut kepada ajudan terpercayanya, Husein Mutahar.

Tahun Terakhir Bendera Merah Putih Asli Dikibarkan

Sang merah putih/Foto: pexels.com/el jusuf

17 Agustus 1968 menjadi tahun terakhir bendera merah putih yang dijahit oleh Fatmawati dikibarkan. Hal ini dikarenakan kondisinya yang sudah sangat rapuh dan warnanya pun memudar.

Sejak saat itu, Indonesia selalu menggunakan duplikasi bendera merah putih setiap perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia. Bendera merah putih yang asli disimpan di vitrin yang terbuat dari kaca anti peluru di ruang Bendera Pusaka di Istana Merdeka.

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

TRIBUNNEWS.COM - Bendera dijadikan sebagai identitas sebuah negara.

Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia, yakni Bendera Merah Putih.

Melansir kemdikbud.go.id, Bendera Merah Putih terbuat dari bahan katun halus (setara dengan jenis primissima untuk batik tulis halus), warna merah putih.

Warna asli merah bendera adalah merah serah yaitu merah jernih (bukan merah nyala, bukan merah tua, bukan merah muda, atau merah jambu).

Biasanya, Bendera Merah Putih dikibarkan saat upacara hingga acara perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia 17 Agustus.

Sebagai informasi, peringatan HUT ke-79 RI tahun 2024 jatuh pada hari Sabtu (17/8/2024).

Pada tanggal 7 September 1944, Dai Nippon menyiarkan kabar Indonesia diperkenankan untuk merdeka kemudian hari. Maka dari itu, Chuuoo Sangi In (badan yang membantu pemerintah pendudukan Jepang terdiri dari orang Jepang dan Indonesia) menindaklanjuti izin tersebut dengan mengadakan sidang tidak resmi pada tanggal 12 September 1944, dipimpin oleh Ir. Soekarno.

Hal yang dibahas pada sidang tersebut adalah pengaturan pemakaian bendera dan lagu kebangsaan yang sama di seluruh Indonesia. Hasil dari sidang ini adalah pembentukan panitia bendera kebangsaan merah putih dan panitia lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Panitia bendera kebangsaan merah putih menggunakan warna merah dan warna putih sebagai simbol. Merah berarti berani dan putih berarti suci. Kedua warna ini sampai saat ini menjadi jati diri bangsa Indonesia.

Sementara itu, ukuran bendera ditetapkan sama dengan ukuran bendera Nippon yakni perbandingan antara panjang dan lebar tiga banding dua.

Baca juga: Teks Doa Malam Tirakatan Peringatan HUT ke-79 RI 2024, Berisi Rasa Syukur Nikmat Kemerdekaan

Dikutip dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, selain bermakna berani dan suci, kombinasi warna merah dan putih telah digunakan dalam sejarah kebudayaan dan tradisi di Indonesia pada masa lalu. Kombinasi merah dan putih digunakan pada desain sembilan garis merah putih bendera Majapahit.

Panitia bendera kebangsaan merah putih ini diketuai oleh Ki Hajar Dewantara dengan anggota Puradireja, Dr. Poerbatjaraka, Prof. Dr. Hoesein Djajadiningrat, Mr. Moh. Yamin, dr. Radjiman Wedyodiningrat, Sanusi Pane, KH. Mas Mansyur, PA Soerjadiningrat, dan Prof. Dr. Soepomo.

Kemudian, panitia lagu kebangsaan Indonesia Raya berkewajiban mempersatukan kata-kata dan melodi lagu. Panitia diketuai oleh Ir. Soekarno dengan anggota Ki Hajar Dewantara, Sanusi Pane, Mr. Moh. Yamin, Kusbini, Mr. Koesoemo Oetojo, Mr. Ahmad Soebardjo, Mr. Sastro Moeljono, Mr. Samsoedin, Ny. Bintang Soedibjo, Machijar, Darmawijaya, dan Cornel Simanjuntak.

Atas permintaan Soekarno kepada Shimizu, kepala barisan propaganda Jepang (Sendenbu), Chaerul Basri diperintahkan mengambil kain dari gudang di Jalan Pintu Air untuk diantarkan ke Jalan Pegangsaan Nomor 56 Jakarta. Kain ini dijahit oleh Ibu Fatmawati (istri Presiden Soekarno) menjadi bendera.

Bendera Merah Putih yang berkibar saat proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 memiliki sejarah di baliknya. Sebelum proklamasi terdapat tokoh yang menjahit bendera Merah Putih dari kain. Siapa yang dimaksud?

Tokoh yang menjahit bendera Merah Putih adalah Ibu Fatmawati yang merupakan istri dari presiden Soekarno. Fatmawati berperan menjahit bendera Merah Putih guna membantu persiapan proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Mengenal Fatmawati Sebelum Menjahit Bendera Merah Putih

Dilansir dari buku "Sejarah" oleh Prof. Dr. Habib Mustopo dan kawan-kawan, tertulis Fatmawati merupakan perempuan yang dilahirkan di Pasar Padang, Bengkulu pada 15 Januari 1923.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fatmawati menempuh pendidikan di HIS dan sekolah kejuruan. Istri presiden Soekarno ini aktif berorganisasi sejak masih duduk di bangku HIS sebagai pengurus Nasyiatul Aisyiah.

Pada tahun 1938, Fatmawati berkenalan dengan Soekarno. Saat itu, Soekarno menjadi pengajar di Muhammadiyah dan Fatmawati adalah salah satu muridnya. Pada tahun 1943, Soekarno menikahi Fatmawati.

Sejak tahun 1943, Fatmawati tinggal di Jakarta mendampingi Soekarno. Kemudian saat persiapan proklamasi kemerdekaan akan dilangsungkan, Fatmawati membuat bendera Merah Putih dari kain katun Jepang. Bendera tersebut yang kemudian dikibarkan pada proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Sejarah Fatmawati Saat Menjahit Bendera Merah Putih

Dilansir dari laman resmi Kemdikbud, setelah Indonesia diperkenankan merdeka oleh Jepang, terdapat penyelenggaran sidang tidak resmi pada tanggal 12 September 1944 yang dipimpin Ir. Soekarno.

Hal yang dibahas pada sidang tersebut adalah pengaturan pemakaian bendera dan lagu kebangsaan yang sama di seluruh Indonesia. Hasil dari sidang ini adalah pembentukan panitia bendera kebangsaan merah putih dan panitia lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Setelah hasil rapat ditentukan, panitia bendera kebangsaan merah putih memilih warna merah dan warna putih sebagai simbol. Merah berarti berani dan putih berarti suci. Kedua warna ini sampai saat ini menjadi jati diri bangsa.

Atas permintaan Soekarno kepada Shimizu, kepala barisan propaganda Jepang(Sendenbu), Chaerul Basri diperintahkan mengambil kain dari gudang di Jalan Pintu Air.

Kemudian bendera Merah Putih dijahit oleh Ibu Fatmawati dari kain tersebut. Bendera Merah Putih yang dijahit Fatmawati terbuat dari bahan katun Jepang berukuran 276 x 200 cm.

Bendera tersebut dikibarkan pertama kali pada Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56 (kini Jalan Proklamasi), Jakarta oleh Latief Hendraningrat dan Suhud.

Pada tahun 1946-1968, bendera tersebut dikibarkan hanya pada saat 17 Agustus saja. Sejak tahun 1969, bendera itu tidak berkibar lagi karena sobek, tapi disimpan di Istana Merdeka.

Sesudah tahun 1969, bendera merah putih duplikat dikibarkan tiap 17 Agustus. Bendera duplikat terbuat dari sutera.

Saksikan juga: Resign dari Pramugari, Demi Total Merawat ODGJ

[Gambas:Video 20detik]

Bendera Pusaka Merah Putih yang asli diketahui dijahit oleh Fatmawati yang merupakan istri dari Ir. Soekarno. Bendera tersebut awalnya akan digunakan untuk Proklamasi Kemerdekaan RI pada 1945.

Menyadur dari Kemdikbud.go.id, penjahitan ini awalnya yakni atas permintaan Soekarno kepada Shimizu yang merupakan Kepala Barisan Propaganda Jepang atau Sendenbu, Chaerul Basri yang diperintahkan untuk mengambil sebuah kain di gudang yang terletak di Jalan Pintu Air dan diantarkan ke Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta. Kemudian, kain tersebut dijahit oleh Fatmawati.

Namun, masih banyak yang mempertanyakan di mana bendera pusaka merah putih yang asli dijahit Fatmawati. Bendera tersebut kini berada di Jakarta Pusat di tempat Cagar Budaya. Bendera tersebut ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Nomor: 003/M/2015 tanggal 9 Januari 2015 dengan nama cagar budaya Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih.

Bendera tersebut dikibarkan pada Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945 di Jalan Proklamasi yang dulunya disebut Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta oleh Latief Hendraningrat dan Suhud. Saat perpindahan pemerintahan ke Yogyakarta, keberadaan di mana bendera pusaka merah putih yang asli dijahit Fatmawati itu juga dibawa oleh Soekarno dengan koper.

Baca Juga: Sejarah Paskibraka: Ada Sejak Era Soekarno, Dicetuskan Tahun 70-an, Diresmikan Kemenpora

Ketika Belanda menduduki Yogyakarta, Soekarno menitipkan bendera tersebut ke ajudan bernama Husein Mutahar. Husein pun mengungsi dengan membawa tas berisi di mana bendera pusaka merah putih yang asli dijahit Fatmawati berada. Untuk mengamankannya, Husein melepaskan benang jahitan bendera sehingga kain merah dan putihnya terpisah dan dibawa dalam dua tas yang terpisah.

Pada 1949, Soekarno menanyakan di mana bendera pusaka merah putih yang asli dijahit Fatmawati dan Husein pun menjahit dan menyatukan kembali bendera itu mengikuti lubang jahitannya. Bendera disamarkan dengan bungkusan kertas koran dan diserahkan kepada Soejono untuk diserahkan ke Soekarno. Kemudian pada 17 Agustus 1948, bendera tersebut dikibarkan di Gedung Agung.

Pada 28 Desember 1949, satu hari pascapenandatanganan pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh Belanda di Den Haag, Soekarno menyimpann bendera itu di peti berukir dan dterbangkan dari Yogyakarta ke Jakarta dengan Garuda Indonesia Airways.

Sejak disahkannya Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1958 tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia, bendera itu ditetapkan sebagai bendera pusaka yang dikibarkan setiap tahun pada 17 Agustus.

Namun pada 1967, bendera tersebut rapuh dan Bendera Pusaka akhirnya dikibarkan terakhir pada 1968 dan diganti dengan dupilkatnya. Kini di mana bendera pusaka merah putih yang asli dijahit Fatmawati berada yaknii di Ruang Bendera Pusaka, Istana Merdeka.

Baca Juga: HUT RI Malah Pasang Bendera Inggris, Emak-Emak Salting: Pikirku Merah Putih Juga

Kontributor : Annisa Fianni Sisma

Ibu Fatmawati lahir di Bengkulu pada 5 Februari 1923 dan meninggal di Kuala Lumpur, Malaysia pada 14 Mei 1980. Ia adalah putri dari pasangan Hassan Din dan Siti Chodijah yang berdarah Minangkabau.

Ibu Fatmawati adalah istri Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno, yang merupakan sosok penjahit bendera Sang Saka Merah Putih pertama kali. Bendera hasil jahitannya dikibarkan secara resmi pada 17 Agustus 1945, saat Indonesia memproklamirkan kemerdekaan.

Ibu Fatmawati dan Ir.Soekarno menikah pada 1 Juni 1943 dan dikaruniai lima anak: Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, dan Guruh Soekarnoputra.

Setahun setelah pernikahan mereka, Jepang berjanji akan memerdekakan Indonesia. Dalam persiapan untuk hari kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Ibu Fatmawati menghadapi kesulitan menemukan kain merah dan putih. Berkat bantuan Shimizu, perantara perundingan Jepang-Indonesia, Ibu Fatmawati akhirnya memperoleh kain yang dibutuhkan.

Sejarah Penjahit Bendera Merah Putih

Saat persiapan proklamasi kemerdekaan Indonesia, Ibu Fatmawati menjahit bendera Merah Putih pada Oktober 1944. Pada usia 21 tahun dan sedang mengandung anak pertama, Ibu Fatmawati menjahit bendera tersebut dengan tangan di ruang tamu rumahnya, karena dokter melarang penggunaan mesin jahit kaki.

Bendera itu selesai dijahit dalam dua hari dan menjadi yang terbesar di Jakarta setiap kali dikibarkan di halaman rumahnya. Setahun kemudian, bendera hasil jahitan Ibu Fatmawati digunakan dalam upacara Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Bendera Merah Putih pertama kali dikibarkan pada saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 (sekarang Jalan Proklamasi), Jakarta, oleh Latief Hendraningrat, Suhud Sastro Kusumo, dan SK Trimurti.

Antara 1946 dan 1968, bendera tersebut hanya dikibarkan pada 17 Agustus setiap tahunnya. Sejak 1969, bendera Pusaka ini tidak dikibarkan lagi karena sobek, namun tetap disimpan di Istana Merdeka.

Ibu Fatmawati juga mengungkapkan betapa tertekannya perasaannya ketika Jepang melarang pengibaran bendera Merah Putih. Baru pada September 1944, pemerintah militer Jepang mengizinkan pengibaran bendera tersebut dan melagukan lagu Indonesia Raya.

Bendera Merah Putih kemudian diserahkan kepada Latief Hendraningrat dan Soehoed untuk dikibarkan bersamaan dengan berkumandangnya lagu Indonesia Raya.

Dipisahkan Antara Warna Merah dan Putih

Pada 1948, Belanda melancarkan Agresi Militer II ke Yogyakarta. Serangan pada 19 Desember 1948 berhasil merebut kota tersebut. Mengetahui bahwa dirinya akan ditawan, Presiden Soekarno memerintahkan ajudannya, Husein Mutahar, untuk mengamankan bendera pusaka agar tidak jatuh ke tangan Belanda.

Dalam keadaan genting, Husein Mutahar dengan cepat mencari cara untuk melindungi bendera tersebut. Ia membuka jahitan bendera untuk memisahkan warna merah dan putih dengan bantuan Ibu Pema Dinata. Kemudian, Husein Mutahar memasukkan potongan kain ke dalam dua tas yang diisi dengan pakaian pribadinya, dengan tujuan agar bendera tidak dapat dikenali sebagai satu kesatuan. Meskipun Husein Mutahar ditahan di Semarang, kedua potongan kain tetap aman.

Beberapa waktu kemudian, Husein Mutahar berhasil melarikan diri ke Jakarta dengan kapal laut. Di Jakarta, ia menerima pesan rahasia dari Presiden Soekarno, yang sedang ditahan di Muntok, Bangka. Pesan tersebut meminta Husein Mutahar untuk menyerahkan bendera pusaka kepada Presiden melalui perantara, Soedjono. Husein Mutahar kemudian menjahit kembali kain bendera dengan mesin jahit yang dipinjam dari istri seorang dokter, memastikan jahitannya sesuai dengan bekas jahitan asli.

Sebagai penghargaan atas jasanya dalam menyelamatkan bendera pusaka, Husein Mutahar dianugerahi Bintang Maha Putera pada tahun 1961.

Makna Bendera Merah Putih

Bendera Merah Putih Indonesia memiliki makna yang mendalam. Warna merah melambangkan keberanian, sementara putih melambangkan kesucian atau kebenaran. Dengan demikian, bendera Merah Putih mengartikan keberanian dalam memperjuangkan kebenaran.

Itulah sejarah penjahit bendera Merah Putih pertama dan makna di balik bendera tersebut.

JAKARTA - Tiada yang menyangsikan 'daya magis' dari Bendera Merah Putih. Saban hari Bendera Merah Putih berkibar, nyali dan semangat pejuang kemerdekaan Indonesia meningkat. Penjajah Belanda hingga Jepang mengetahui hal itu. Mereka acap kali melarang pengibaran bendera.

Namun, semua berubah ketika Jepang menjanjikan Indonesia merdeka. Bendera itu dibolehkan mengudara. Semuanya bersuka cita. Fatmawati apalagi. Ia pun menjahit khusus bendera untuk dikibarkan di hari kemerdekaan Indonesia.

Mata rantai penjajahan tak melulu dapat diputus dengan angkat senjata. Pejuang kemerdekaan memahami benar hal itu. Mereka menggunakan segala cara untuk satu tujuan: merdeka. Propaganda jadi salah satu cara. Propaganda yang paling mampu membakar semangan adalah dengan mengandalkan simbol-simbol perlawanan.

Bendera Merah Putih dan lagu kebangsaan Indonesia Raya adalah beberapa di antaranya. Pejuang kemerdekaan acap kali menggunakan kedua elemen itu ketika mengorganisir massa untuk meruntuhkan ‘benteng’ kolonialisme. Soekarno bahkan terang-terangan menggunakan keduanya (bendera dan lagu) tiap membakar semangat rakyat dari mimbar ke mimbar.

Hasilnya menakjubkan. Semangat kaum bumiputra meningkat. Ajian itu begitu ditakuti oleh penjajah Belanda. Gerakan pejuang kemerdekaan pun diganggu. Mereka diancam oleh Belanda dengan hukuman penjara dan pengasingan. Namun, semangat kemerdekaan tetap menyala.

Jepang yang menggantikan Belanda sebagai penjajah pun sama. Empunya kuasa takut dengan aksi pengibaran bendera Indonesia. Satu-satunya bendera yang boleh berkibar adalah bendera Jepang. Selain itu tidak dibolehkan karena dianggap dapat menggangu eksistensi Jepang di wilayah jajahan.

Pada akhirnya, Jepang pun melunak. Ia yang mulai menelan kekalahan di Perang Dunia II tengah memberikan Indonesia kebebasan. Mereka menjanjikan Indonesia merdeka. Bendera dan lagu kebangsaan Indonesia boleh digunakan di mana saja. Untuk tujuan apa saja pada 1944.

“Lalu, bagaimanakah kisah di balik keberadaan Sang Saka Merah Putih? Setahun sebelum Indonesia merdeka, Jepang sudah menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia. Itulah sebabnya mengapa Jepang sudah mengizinkan para pemuda dan pejuang Indonesia untuk menggunakan simbol-simbol kebangsaan seperti bendera merah putih ataupun menyanyikan lagu Indonesia Raya tanpa harus sembunyi-sembunyi.”

“Soekarno merasa sangat bangga dengan hal tersebut. Soekarno yakin bahwa keputusan Jepang tersebut sangat membantunya dan para pejuang lainnya untuk bisa membangkitkan semangat juang para pemuda pemudi Indonesia pada waktu itu. Namun sayangnya, Soekarno dan Fatmawati mengalami kesulitan untuk memperoleh bendera merah putih. Pada waktu itu, hanya ada kain goni, dan kain tersebut terlalu berat untuk dikibarkan sebagai sebuah bendera,” ungkap Abraham Panumbangan dalam buku The Uncensored of Bung Karno (2016).